Dengan munculnya keputusan Mahkamah Agung yang mengabulkan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan, maka remisi untuk koruptor tidak lagi memakai syarat menjadi Justice Collaborator.
Dengan adanya putusan itu maka fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar memanjarakan pelaku agar jera, akan tetapi usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang sejalan dengan model restorative justice (model hukum yang memperbaiki), karena narapidana bukan saja objek, tapi juga subjek yang tidak berbeda dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas namun yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum.
Hal ini menjadi menarik untuk dikaji, apakah seorang koruptor pantas mendapat remisi apa tidak, kata Rektor Untag Prof. Dr. Drs. Suparno, MSi saat membuka acara webinar yang diselenggarakan oleh mahasiswa Magister Ilmu Hukum (MIH) Untag Semarang angkatan ke 43 yang bertajuk "pantaskah Koruptor Mendapatkan Remisi" yang diselenggarakan di hotel Louis Kienne Jl. Pemuda Semarang, baru baru ini.
Menurut Ketua Prodi MIH Untag Dr. Anggraeni Endah K, SH. MHum bahwa kegiatan webinar ini merupakan prasyarat kelulusan bagi mahasiswa yang sedang menempuh tahap akhir, selain juga memenuhi komponen lain, seperti menempuh ujian tesis dan mempublikasikan artikelnya kedalam jurnal.
Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Hukum Untag Prof. Dr. Edy Lisdiyono, SH. MHum telah mengapresiasi kegiatan ini, serta mengucapkan terima kasih atas dukungan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo atau yang mewakili untuk menjadi keynote speaker pada webinar ini.
Pada kesempatan itu pula, dia juga menyampaikan penghargaan yang setinggi tingginya kepada para nara sumber yang telah memberikan pencerahan pada webinar ini, yaitu Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, SH. MHum, dan Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo, SH, MA, PhD selaku guru besar Fakultas Hukum UI bidang studi Hukum Pidana. Wakil Ketua Mahkamah Agung RI bidang yudisial YM. Dr. H. Andi Samsan Ngrano, SH, MH. Danang Widoyoko selaku sekjen Transparancy International Indonesia, serta Moderator Dr. Mahfud Ali, SH. MHum.
Prof. Edward Omar Sharif Hiariej dalam paparannya menyampaikan bahwa adanya pertanyaan, apakah korupsi pantas mendapatkan remisi, maka pertanyaan ini bisa dijawab pantas dan tidak pantas, keduanya ada teorinya.
Menurutnya, kalau kita tetap menggunakan hukum pidana sebagai balas dendam, maka tidak perlu ada remisi, bebas bersyarat dan asimilasi. Lalu dengan menerapkan hal tersebut apakah kita bisa membuat jera orang untuk tidak berkorupsi. Tetapi kalau kita mau berorientasi akan menggunakan hukum pidana moderen, dengan menggunakan keadilan restoratif, maka apa yang menjadi haknya akan diperoleh sepanjang memenuhi syarat untuk diberikan remisi.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa sebetulnya dengan hukuman penjara yang tinggi tidak akan mempengaruhi efek jera, tetapi mengejar kekayaan koruptor jauh lebih penting, karena hampir sebagian besar koruptor yang dipenjara, kemudian disuruh membayar uang denda atau uang pengganti merasa keberatan, maka bagi mereka lebih memilih penjara kurungan, artinya apa, bahwa memang yang ditakutkan oleh koruptor adalah kalau harta seluruhnya akan dirampas oleh negara, hal inilah yang perlu dilakukan oleh hakim maupun jaksa.