Perlu ada reformulasi atas regulasi yang ada pada Undang Undang Perpajakan, khususnya yang mengatur Penetapan Pengusaha Kena Pajak (PKP). Hal ini didasari adanya anggapan bahwa Notaris/PPAT sebagai Pengusaha, karena ada regulasi dalam UU Pertambahan Nilai tentang difinisi "Pengusaha" dan "Pengusaha Kena Pajak" serta regulasi dalam PMK No. 197/PMK.03/2013 yang menyebutkan bahwa pengusaha dengan penjualan (omzet) lebih dari Rp. 4,8 Milyar setahun wajib berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP). Artinya mempunyai kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terutang.
Namun demikian Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak bersedia dikukuhkan sebagai PKP, karena ada perbedaan definisi Pengusaha pada UU Perpajakan dengan UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, dan PP Nomor 24 Tahun 2016 tentang PPAT, bahwa Notaris/PPAT adalah Pejabat Umum.
Pernyataan itu mencuat dari hasil penelitian disertasinya Ratna Styawardani,SE, Ak, CA, BKP, SH, MH, MKn, CLI, saat mengikuti ujian terbuka promosi doktor yang digelar oleh Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum Untag, baru baru ini di kampus Jl. Pemuda 70 Semarang.
Pada ujian terbuka tersebut telah dihadiri oleh para dewan penguji yang terdiri dari Prof. Dr. Edy Lisdiyono, SH. MHum, yang juga sebagai Ketua Sidang, selanjutnya Prof. Dr. Sarsintorini Putra, SH. MH, dan Prof. Dr. Liliana Tedjosaputro, SH, MH, MM sekaligus sebagai Promotor, dan Dr. Budi Ispriyarso, SH. MHum merangkap sebagai Ko Promotor, kemudian Prof. Dr. Retno Mawarini Sukmariningsih, SH. MHum, serta Dr. Yulies Tiena Masriani, SH, MHum, MKn. Adapun penguji eksternal oleh Dr. Lego Karjoko, SH. MH.
Dalam disertasinya yang berjudul "Reformulasi Regulasi Perpajakan Yang Berkeadilan Bagi Notaris/PPAT Di Indonesia" itu telah menghantarkan Ratna Styawardani meraih gelar doktor bidang ilmu hukum di PSHPD Untag Semarang yang ke 55 setelah menerima Surat Keputusan kelulusan dari Prof. Edy Lisdiyono selaku Ketua Sidang, dengan indeks prestasi komulatif sebesar 3,75, dengan predikat sangat memuaskan, yang ditempuh selama masa studi 4 tahun, 11 bulqn, 22 hari.
Dari hasil penelitian disertasinya, Ratna Styawardani mengungkapkan bahwa diaini telah terdapat perbedaan penafsiran definisi pengusaha pada peraturan UU Perpajakan, yang menyebabkan perbedaan pendapat dikalangan Notaris/PPAT dengan petugas pajak.
Menurutnya UU Perpajakan dan UU JN adalah UU yang bersifat lex specialis, dimana masing masing UU tersebut mempunyai aturan khusus. Perbedaan penafsiran tersebut menyebabkan timbulnya permasalahan, yaitu Notaris/PPAT berkeberatan untuk ditetapkan sebagai PKP karena dalam UU JN dan PP tentang PPAT pada Pasal 1 ayat (1) menyatakan Notaris dan atau PPAT adalah Pejabat Umum.
Adanya perbedaan yang saling tumpang tindih antara UU Jabatan Notaris dan UU Perpajakan disebabkan karena para pembuat undang undang hanya membuat undang undang sendiri tanpa mengacu pada undang undang lain yang sudah berlaku lebih dahulu, sehingga menimbulkan disharmoni diantara undang undang tersebut.
Untuk itu diperlukan reformulasi atas regulasi yang ada pada UU Perpajakan, khususnya yang mengenai Penetapan Pengusaha Kena Pajak untuk terwujudnya keadilan dan kepastian hukum bagi Notaris dan atau PPAT, serta supaya terjadi sinkronisasi peraturan perundangan antara UU Jabatan Notaris dan UU Perpajakan. Sinkronisasi peraturan salah satunya dapat dengan cara mengubah kata Pengusaha pada penetapan PKP yang kurang tepat, karena Notaris dan atau PPAT adalah Pejabat Umum.