Korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang merugikan keuangan negara. Di Indonesia, korupsi masih merajarela, sementara pemberantasannya masih sangat lamban. Hal itu disebabkan masih lemahnya penegakan hukum, kualitas SDM yang kurang mumpuni, lemahnya koordinasi, serta sering terjadi tindakan korupsi dalam menangani kasus korupsi itu sendiri.
Untuk itu diperlukan reformulasi kebijakan hukum pidana yang adil dalam pemberantasan korupsi. Adapun kebijakan hukum yang dimaksud adalah Undang Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang Undang No. 20 tahun 2001.
Permasalahan itu telah disoroti oleh Sudiyono, SE., SH., MSi., MKn., MH dan disampaikan pada saat mengikuti ujian terbuka promosi doktor yang digelar oleh Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum Untag Semarang belum lama ini.
Melalui disertasinya yang berjudul “Reformulasi Kebijakan Hukum Pidana yang Berkeadilan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” ia menyatakan bahwa undang-undang tersebut perlu direformulasi dengan ditambahkan pedoman pemidanaan, dengan tujuan untuk mengatur penerapan putusan penjatuhan pidana berdasarkan ukuran kerugian negara dengan vonis hukuman.
Dengan demikian, penerapan putusan pidana menjadi adil bagi masyarakat dan bagi koruptor itu sendiri. ujarnya.
Lebih lanjut, Sudiyono yang juga sebagai advokat dan pernah berkarir di Kementerian Perhubungan sejak tahun 1993 hingga 2018 menjelaskan bahwa reformulasi kebijakan hukum pidana harus dapat memberikan efek jera. Menurutnya, penerapan putusan penjatuhan pidana bisa dilakukan dengan hukuman mati jika memungkinkan seperti yang berlaku di China atau diberikan tambahan sanksi sosial seperti yang berlaku di Jepang.
Selain itu, penjatuhan pidana juga dapat dilakukan dengan cara mencabut hak politik bagi koruptor serta menyita seluruh aset harta benda dari hasil tindakan korupsi untuk diserahkan ke negara, ungkapnya.
Melalui disertasinya yang disusun Sudiyono selama kuliah program doktoral di Untag Semarang, ia berharap agar pemerintah berkomitmen serius dalam pemberantasan korupsi sehingga dapat dicegah dan ditindak lebih cepat. Dengan demikian, Indonesia menjadi negara yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme serta mampu menyelamatkan keuangan negara.
Pada ujian terbuka promosi doktor tersebut, Sudiyono telah dipromotori oleh Prof. Dr. Pujiyono, S.H., M.Hum dan ko-promotor Dr. Machfudz Ali, S.H., M.Si yang sekaligus sebagai penguji.
Adapun sebagai penguji yang lain adalah Prof. Dr. Edy Lisdiyono, S.H., M.Hum, yang juga sebagai ketua sidang, kemudian Prof. Dr. Sarsintorini Putra, S.H., M.H merangkap sekretaris sidang, selanjutnya Prof. Dr. Liliana Tedjosaputro, S.H., M.H., M.M, serta Dr. Bambang Joyo Supeno, S.H., M.Hum. Adapun sebagai penguji eksternal adalah Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, SH, MS.
Pada ujian terbuka tersebut Sudiyono dinyatakan lulus sebagai doktor bidang ilmu hukum untuk yang ke 56 dengan indeks prestasi komulatif sebesar 3,62 dengan predikat sangat memuaskan.