Tahun 2019 ini Untag telah menghasilkan tiga Guru Besar atau Profesor, hal ini belum pernah terjadi di PTS manapun, kecuali PTN. terang Rektor Untag Prof. Dr. Drs. Suparno, MSi. saat mengukuhkan Prof. Dr. Edy Lisdiyono, SH. MHum sebagai Guru Besar dibidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Untag Semarang, pada hari Sabtu 10 Agustus 2019, di Gedung Grha Kenangsaan Kampus Untag, Bendan Duwur Semarang.
Prof. Suparno mengatakan bahwa SK tersebut turun secara berurutan, yang diawali dari Prof. Edy Lisdiyono yang turun terhitung mulai tanggal 1 Maret, yang sekarang ini telah dikukuhkan, kemudian Prof. Retno Mawarini pada 1 Mei dan saya sendiri, Prof. Suparno pada 1 Juli 2019 yang rencananya akan dikukuhkan pada September mendatang.
Dengan demikian Untag sekarang sudah memiliki 8 Guru Besar, semoga apa yang diharapkan oleh Kepala LL Dikti Wilayah Vl Jateng, Prof. Dr. DYP. Sugiharto. supaya "Untag bisa jaya kembali" seperti pada tahun delapan puluhan akan dapat terlaksana.
Selanjutnya dia mengatakan bahwa pengukuhan guru besar merupakan acara seremonial, yang itu hanya dilakukan oleh Perguruan Tinggi, manakala yang bersangkutan sudah menerima SK dalam jabatan Prof.
Maka untuk berpidato diacara ini tidaklah mudah, karena butuh waktu dan pengorbanan yang panjang, serta adanya kesadaran untuk menulis, karena syarat untuk menjadi profesor dibutuhkan menulis yang dituangkan dalam jurnal terindeks scopus.
Berkaitan dengan itu maka Rektor mengucapkan selamat kepada Prof. Edy yang kini menjadi guru besar yang ke lima di Fakultas Hukum Untag.
Prof. Edy dalam orasi ilmiahnya yang berjudul "Tanggung Jawab Negara Dalam Tata Kelola Sumber Daya Alam Terhadap Kerusakan Linkungan Hidup", menyampaikan bawa sumber daya alam, utamanya batubara dan timah masih menjadi salah satu primadona pendapatan bagi Indonesia sebagai pembangkit listrik dan bahan baku lainnya, namun yang terjadi adalah eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan tanpa kontrol yang baik dan ketat, sehingga hal ini bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan, mahkluk hidup yang lain, serta sumber penyakit bagi manusia.
Untuk itu negara harus bijaksana dalam tata kelola sumber daya alam, caranya dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat, termasuk masyarakat adat, yang dilakukan secara transparan dan akuntabel, utamanya harus memperhatikan fungsi lingkungan hidup agar terjaga kelestariannya secara berkelanjutan
Sementara Prof. Dr. Buyamin Maftuh, MPd, MA (Direktur Karier dan Kompetensi SDM Kemenristek Dikti) dalam sambutannya menuturkan bahwa jabatan Profesor itu bukan tujuan akhir seorang dosen, jadi jangan seperti Prof. gedebok pisang, sekali berbuah terus mati, karena Prof. itu harus tetap produktif dalam menghasilkan karya karya ilmiah.
Untuk mengantisipasi hal itu, maka Kememristek Dikti mengeluarkan Permen no 20 tahun 2017 yang salah satunya mewajibkan seorang Prof. dalam jangka tiga tahun harus menulis 3 jurnal intermasional atau 2 jurnal internasional bereputasi.
Permen tersebut mulai tahun ini sudah diberlakukan, sehingga kalau tidak bisa memenuhi maka akan ditunda atau dicabut tunjangan kehormatannya. tuturnya.