Disinyalir, residivisme narapidana terorisme perlu mendapatkan perhatian karena lebih dari 100 narapidana dibebaskan setiap tahunnya, kata Kolonel TNI AD Fajar Purwawidada, SS, MH, MSc. MTh (Han) dalam penelitian disertasinya yang berjudul “Formulasi Kebijakan Deradikalisasi Bagi Narapidana Terorisme Menuju Reintegrasi Sosial di Lembaga Pemasyarakatan" yang dibimbing oleh Dr. Krismiyarsi, S.H., M.Hum (promotor) dan Dr. Mashari, S.H., M.Hum (co-promotor).
Melalui ujian terbuka promosi doktor yang digelar oleh Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Untag Semarang belum lama ini, Fajar telah dinyatakan lulus sebagai doktor bidang ilmu hukum dengan ipk 3,60 setelah mendapatkan cecaran pertanyaan dari para dewan penguji.
Adapun para dewan penguji tersebut terdiri dari Prof. Dr. Edy Lisdiyono. S.H., M.Hum yang juga selaku Ketua Sidang, dan Prof. Dr. Sarsintorini Putra, S.H., M.H yang juga sebagai Sekretaris Sidang. Adapun dewan penguji yang lain, yaitu Prof. Dr. Retno Mawarini, S.H., M.Hum., Dr. Bambang Joyo Supeno, S.H., M.Hum., dan Dr. Tongat, S.H., M.Hum., selaku penguji eksternal dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.
Dalam disertasinya Fajar Purwawidada mengungkapkan bahwa tindak pidana radikalisme dan terorisme yang selama ini terjadi di Indonesia merupakan kejahatan serius yang membahayakan ideologi negara, keamanan negara, kedaulatan negara, nilai kemanusiaan, dan berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Menurutnya, banyak kejadian terorisme yang menghantui Indonesia, seperti adanya peledakan bom Bali pada tahun 2002 silam. Kejadian tersebut telah mendorong Pemerintah menerbitkan 2 PERPU, yakni PERPU No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan PERPU No 2 tahun 2002 tentang Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan kasus peledakan bom Bali.
Namun demikian, sekalipun sudah ada upaya deradikalisme terhadap tindak pidana terorisme, tetapi kenyataannya aksi-aksi teror tetap saja terjadi hingga saat ini.
Hal itu bisa dilihat, bahwa Indonesia telah beberapa kali terjadi pengeboman dengan modus yang hampir sama, diantaranya tahun 2003 terjadi pengeboman di bandara Soekarno-Hatta, tahun 2005 juga kembali terjadi bom Bali II, serta yang paling baru di tahun 2022 adanya serangan bom bunuh diri di Markas Polisi Sektor Astana Anyar. Hal itu menjadi bukti residivis terorisme masih terjadi sampai saat ini.
Untuk itu, Fajar yang masih aktif sebagai TNI AD memberikan rekomendasi dalam penelitiannya kepada pemerintah untuk melakukan revisi terhadap UU No 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : PAS-172.PK.01.06.01 Tahun 2015 tentang Standar Pembinaan Narapidana Terorisme, disesuaikan dengan perundang-undangan Terorisme yang baru (UU No 5 Tahun 2018 dan PP No 77 Tahun 2019).
Disamping itu, Fajar juga menyarankan kepada BNPT untuk bertindak aktif dalam memberikan asistensi dan bantuan kepada LAPAS dalam melaksanakan deradikalisasi narapidana terorisme.