Dengan mengupas polemik tentang pembatalan akta wasiat oleh hakim, yang kemudianditeliti dan disusun secara sistematis dalam disertasinya yang berjudul “Kewenangan Hakim Dalam Membatalkan Akta Wasiat yang Berkeadilan”, telah menghantarkan Liany Dewi Sanjoto, S.H., Sp.N., M.H. meraih gelar doktor bidang ilmu hukum, setelah dinyatakan lulus pada sidang ujian terbuka promosi doktor yang digelar oleh Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) di Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Semarang, belum lama ini.
Dalam penelitiannya, Liany mengungkapkan bahwa pembagian harta warisan seringkali dinilai oleh sebagian atau seluruh pihak tidaklah adil. Di sini peran Hakim yang harus menengahi, Hakim berkuasa memberikan wewenang untuk memutus suatu pembatalan akta wasiat dengan mempertimbangkan kebenaran yuridis, filosofis, dan sosiologis, ujarnya.
Menurutnya, untuk membatalkan akta wasiat oleh putusan Hakim harus memperhatikan Pasal 895 KUH Perdata, yaitu untuk dapat membuat atau mencabut suatu surat wasiat seseorang harus mempunyai budi akalnya, apakah si pembuat wasiat atau calon pewaris cakap dalam bertindak sesuai pasal 896, pasal 897, dan pasal 898 KUH Perdata.
Untuk itu apabila semua syarat pembuatan wasiat (akta wasiat) telah sesuai dengan pasal 898 KUH Perdata, maka Hakim dapat bertindak lebih aktif dengan memberikan putusan agar akta wasiat tidak dibatalkan.
Dalam sarannya, sebaiknya untuk pembuat wasiat setiap 5 tahun sekali mengadakan pembaharuan akta wasiat, untuk mengetahui harta yang diwasiatkan masih tetap sama atau sudah berubah, karena sering dijumpai ketika wasiat terbuka harta yang diwasiatkan mungkin sudah dialihkan.
Oleh karena itu seorang Notaris dapat memberikan masukan jika terjadi perubahan dalam wasiat, maka pewasiat bisa mengadakan perubahan atau pencabutan, sekalipun itu bukan suatu keharusan.
Jadi Notaris tidak perlu takut dan ragu-ragu dalam membuat akta wasiat, apabila akta wasiat yang dibuat sudah memenuhi ketentuan undang-undang yang berlaku.
Soalnya, ungkap Liany lebih lanjut bahwa Hakim juga akan mendapat sorotan, terkait pelaksanaan pengawasan terhadap kewenangan Hakim dalam penyelenggaraan keadilan yang dilakukan oleh MA pada tugas-tugas yudisialnya yang diatur dalam Pasal 39 ayat (1) UU Nomor : 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman jo dan Pasal 32 ayat (1) UU Nomor : 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
Dengan memperhatikan pasal pasal dalam Undang Undang tersebut, diharapkan Hakim dapat bertindak lebih aktif dengan memberikan putusan agar akta wasiat tidak dibatalkan, karena wasiat merupakan pernyataan kehendak terakhir dari seseorang yang harus diupayakan agar dapat dilaksanakan.
Liany berhasil menyelesaikan studinya pada program studi hukum program promosi doktor Untag Semarang yang ke 74, dengan meraih Indeks Prestasi Kumulatif 3.73 dengan predikat sangat memuaskan.
Dalam menulis disertasinya, Liany dibimbing oleh Prof. Dr. Liliana Tedjosaputro, S.H., M.H., M.M. (promotor) dan Dr. Yulies Tiena Masriani, S.H., M.Hum., M.Kn (co-promotor) yang keduanya juga bertindak sebagai penguji.
Sidang terbuka juga dihadiri penguji yang lain, yaitu Prof. Dr. Edy Lisdiyono, S.H., M.Hum. (ketua sidang), Prof. Dr. Sarsintorini Putra, S.H., M.H. (sekretaris sidang), Dr. Setiyowati, S.H., M.H., Dr. Sri Mulyani, S.H., M.Hum., serta penguji eksternal dari Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta, Dr. Sudijana, S.H., M.Hum.