Warga Peduli AIDS (WPA) merupakan suatu wadah bagi wujud peran serta masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS. Namun, pelaksanaan program WPA di Indonesia dalam mencegah dan menanggulangi penyakit HIV/AIDS di masyarakat dirasa masih belum efektif.
Hal itu bisa dilihat dari data WHO tahun 2019, di Indonesia kasus persebaran HIV/AIDS pada tahun 2019 sejumlah 50.282 kasus. Angka riil persebaran Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia masih sulit diketahui karena banyak ODHA yang enggan memberikan informasi bahkan menolak untuk diperiksa secara medis, juga tidak mau untuk diketahui identitasnya.
Dengan melihat data dan penemuan kasus persebaran HIV/AIDS tersebut, tentu sangat memprihatinkan, sehingga perlu dibangun regulasi program WPA sebagai upaya untuk menekan angka persebarannya.
Melalui hasil penelitian disertasinya yang berjudul “Penguatan Regulasi Terhadap Program Warga Peduli AIDS (WPA) Guna Mencegah dan Menanggulangi Penyakit HIV/AIDS” telah menghantarkan dr. Mada Gautama, MKes (Epid) meraih gelar doktor bidang ilmu hukum, pada acara ujian terbuka promosi doktor yang digelar oleh Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Untag Semarang, belum lama ini.
dr. Mada Gautama dalam disertasinya menjelaskan bahwa WPA merupakan amanat dari ketentuan Peraturan Kementerian Kesehatan republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS.
Namun dalam pelaksanaannya regulasi program WPA tersebut kurang efektif dalam mencegah dan menanggulangi penyakit HIV/AIDS di Indonesia.
Untuk itu, dari hasil penelitiannya telah diungkapkan, bahwa untuk meminimalisir angka persebaran HIV/AIDS maka perlu dibangun atau dilakukan penguatan regulasi dengan melakukan perubahan ataupun penambahan pada ketentuan dalam Pasal 52 Permenkes 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS.
Dengan menambahkan ayat baru yaitu ayat (4) yang menyatakan sebagai berikut, “Pimpinan daerah wajib membentuk dan mengembangkan program Warga Peduli AIDS (WPA) baik di tingkat Kecamatan, Keluraham/Desa, Rukun Warga, dan Rukun Tetangga”. Disamping itu juga dilakukan audiensi dan diskusi dengan Menteri Kesehatan atau Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit perihal perubahan pasal tersebut, katanya.
Melalui bimbingan disertasi oleh Prof. Dr. Sarsintorini Putra, S.H., M.H. (promotor) yang juga bertindak sebagai sekretaris sidang serta penguji dan Dr. Sri Mulyani, S.H., M.Hum. (co-promotor) yang juga bertindak sebagai penguji, dr. Mada Gautama telah mampu mempertahankan hasil penelitiannya didepan para dewan penguji.
Adapun para dewan penguji yang hadir saat itu adalah Prof. Dr. Edy Lisdiyono, S.H., M.Hum. (ketua sidang), Markus Suryoutomo, S.H., M.Si., Dr. Setiyowati, S.H., M.H., Dr. Rr. Widyorini Indrasti Wardani, S.H., M.Hum., dan penguji eksternal dari Universitas Diponegoro Prof. Dr. dr. Anies, M.Kes., PKK.
Dari hasil musyawarah para dewan penguji tersebut, maka melalui Ketua Sidang Prof. Dr. Edy Lisdiyono telah disampaikan penetapan Surat Keputusan kelulusan sebagai doktor bidang ilmu hukum kepada dr. Mada Gautama dengan Indeks Prestasi Komulatif sebesar 3,81, dengan predikat sangat memuaskan.
Lebih lanjut Prof. Edy Lisdiyono menjelaskan bahwa jumlah Indeks Prestasi Komulatif serta klasifikasi predikat ini ditentukan berdasarkan nilai yang diperoleh selama dr. Mada Gautama mengikuti tahapan penilaian, diantaranya nilai tatap muka pada saat perkuliahan, ujian kualifikasi, seminar usulan penelitian, seminar hasil penelitian, ujian kelayakan, ujian tertutup dan terbuka. jelasnya.