Berdasarkan data statistik yang disampaikan dari pihak Mahkamah Agung bahwa jumlah mediator non hakim trendnya semakin meningkat, diperkirakan lebih dari dua ribu mediator yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dengan demikian kedepannya perlu dioptimalkan keberadaan mediator non hakim, sehingga akan memberikan ruang yang lebih banyak bagi mediator non hakim untuk melakukan mediasi di Pengadilan, yang sekaligus dapat mengurangi beban hakim pengadilan untuk melakukan non litigasi.
Untuk itu, perlu ditindaklanjuti dengan perundang undangan yang memadai, agar mediasi yang dilakukan oleh mediator non hakim mempunyai pijakan hukum yang pasti.
Demikian kajian kritis yang disampaikan oleh Direktur Mediasi Untag Center Semarang Prof. Dr. Retno Mawarini Sukmariningsih, SH. MHum, saat melakukan studi banding bersama
Alumni Pendidikan dan Pelatihan Mediator Bersertifikat Untag Semarang angkatan 13 - 16 ke Mahkamah Agung Republik Indonesia di Jakarta pada tanggal 25 Juli 2023.
Kunjungan ke Mahkamah Agung tersebut telah dikomandani oleh Prof. Dr. Retno Mawarini, yang diikuti oleh 30 alumni mediator Untag Center, yang terdiri dari berbagai status disiplin ilmu dan profesi, jadi ada dokter, perawat, advokat, Polri, TNI, Kepala Desa, Perbankan, Akademisi dan mahasiswa serta masyarakat umum.
Dalam kunjungannya itu telah diterima di ruang rapat Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung lantai 5 gedung utama oleh Dr. Riki Perdana Raya Waruwuru, SH. MH, selaku Koordinator Hakim Yustisial, serta Hakim agung Dr. Lucas Prakoso, SH. MHum dan Hakim Agung Soesilo, SH, MH. yang keduanya merupakan alumni Fakultas Hukum Untag Semarang.
Adapun agenda dalam pertemuan itu adalah mendengar masukan dari para Alumni Mediator Untag Semarang terkait Perma No. 3 Tahun 2023 tentang Mediasi di Pengadilan secara Elektronik, yang kemudian ditindaklanjuti dengan kunjungan ke perpustakaan dan museum Mahkamah Agung.
Menurut Prof. Retno Mawarini bahwa studi banding yang dilakukan oleh alumni Mediator Untag Semarang ke Mahkamah Agung ini bukan untuk yang pertama kalinya, tetapi sebelumnya juga sudah sering dilakukan.
Namun demikian, sambung Prof. Retno lebih lanjut, bahwa Untag tidak dapat mengajak semua alumninya untuk mengikuti studi banding kesana. Hal ini dikarenakan terbatasnya kuota kunjungan yang ditentukan oleh Mahkamah Agung.
Untuk itu, Mediasi Untag Center Semarang telah mengatur kunjungan studi banding ke Mahkamah Agung secara periodik, mengingat alumninya terus berkembang, yang dalam satu tahun bisa lebih dari seratus orang, karena Diklat Mediasi Untag Center telah mengadakan diklat mediator sampai tiga kali dalam setahun, yang setiap pelaksanaan diklat diikuti antara 40 hingga 50 peserta.
Besarnya minat masyarakat untuk menjadi mediator non hakim di Untag, dikarenakan Untag telah terakreditasi dari Mahkamah Agung RI No. 229/KMA/SK/IX/2020, untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan mediator bersetifikat.
Dengan ditindaklanjutinya usulan ini kedalam sebuah perundang undangan diharapkan akan semakin menambah minat masyarakat untuk mengikuti pelatihan tersebut.