Era digital yang serba canggih ini, kemajuan teknologi di bidang kedokteran semakin pesat. Alat-alat medis modern seperti Artificial Intelligence (AI), perangkat diagnosa canggih, hingga teknologi Low Touch – High Tech telah membawa perubahan signifikan dalam pelayanan kesehatan. Namun, seiring dengan berbagai manfaat yang ditawarkan, muncul pula pro dan kontra terkait penggunaannya. Banyak yang memandang bahwa meski canggih, alat-alat ini bisa membawa risiko besar jika tidak diatur dengan tepat, baik dari segi etika maupun keadilan dalam akses dan penggunaannya.
Berangkat dari isu ini, Program Studi S3 Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Semarang baru-baru ini menggelar webinar bertema “Urgensi Pengaturan Penggunaan Alat Kedokteran Modern yang Berkeadilan.” Webinar ini menghadirkan tiga narasumber ahli: DR. dr. Nani Widjaja Budi H., M.Si.Med., Sp.PA, DR. dr. Elly Wijaya Nursyam, Sp.PD., FINASIM., M.Kes., M.M, dan DR. dr. Arif Rahman Sadad, Sp.KF., M.Si.Med., S.H., DHM. Dengan bimbingan dari pembahas topik Prof. Dr. Sarsintorini Putra, S.H., M.H dan DR. dr. MC. Inge Hartini, M.Kes., acara ini membahas berbagai aspek yang melatarbelakangi pro dan kontra alat kedokteran canggih di Indonesia.
DR. dr. Nani Widjaja menyoroti permasalahan under use dan over use alat kedokteran yang bisa berdampak merugikan, baik bagi pasien maupun tenaga medis. “Pemanfaatan teknologi kesehatan harus seimbang dan bijak, tidak boleh hanya sekadar mengikuti perkembangan tanpa mempertimbangkan kebutuhan nyata di lapangan,” ujar Nani Widjaja.
Sementara itu, DR. dr. Elly Wijaya Nursyam memaparkan konsep Low Touch – High Tech yang kini menjadi tren dalam pelayanan kesehatan. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara teknologi dan sentuhan manusia dalam memberikan perawatan kepada pasien. “Teknologi tidak boleh menggantikan peran empati dan perhatian manusia, dan harus diatur dalam hukum yang jelas,” tegasnya.
Dalam sesi berikutnya, DR. dr. Arif Rahman Sadad membahas potensi dan tantangan penggunaan AI dalam dunia medis. Menurutnya, AI bisa menjadi alat yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan akurasi diagnosis dan efisiensi layanan, namun di sisi lain, AI juga bisa menjadi ancaman jika tidak ada regulasi yang ketat. “AI harus diatur dalam sistem hukum dan undang-undang dengan baik agar bisa menjadi berkah, bukan justru menjadi bencana,” tandasnya.
Acara ini mendapat apresiasi yang tinggi dari para peserta yang terdiri dari akademisi, praktisi hukum, tenaga medis, dan masyarakat umum. Webinar ini juga diharapkan dapat menjadi acuan dalam menyusun regulasi yang berkeadilan terkait penggunaan alat kedokteran canggih di Indonesia.